Angkutan penyeberangan seakan termarjinalkan Dari Moda Transportasi lain
SURABAYA – Usaha keras untuk melayani masyarakat dalam menikmati layanan angkutan penyeberangan yang aman, nyaman sudah begitu besar dilakukan oleh operator kapal Ferry di Indonesia, namun hingga detik ini ferry terkesan terpinggirkan dari moda transportasi lain meski dalam asuhan yang sama dibawah Kementerian Perhubungan bahkan satu Dirjen Perhubungan Darat. Pasalnya, hingga detik ini masih diakui masyarakat transportasi maupun Gapasdap tarif ferry sangat rendah bila dibandingkan negara lain di belahan dunia sekalipun hadapi moment angkutan lebaran bisa nikmati tuslah sekalipun
Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia Jawa Timur (MTI Jatim), Bambang Haryo Soekartono (BHS) sangat menyayangkan regulasi yang diperlakukan pada transportasi angkutan penumpang kapal Ferry yang begitu sulit menikmati tarif yang romantis dengan segala dedikasinya pada bangsa ini. Bahkan, tarif penyeberangan ferry pun sampai detik ini terendah di seluruh dunia yang berkisar Rp 600 an per mil bila dibanding di Thailan, Fhilipina berkisar Rp 2.500 per mil padahal regulasinya sama, sekuanya sama, bahan bakarnya sama malah di Indonesia bisa lebih mahal.
“Sangat disayangkan fasilitas yang diberikan pemerintah berbeda, itu bisa membahayakan transportasi penyeberangan di Indonesia,” ujar BHS pada wartawan disela buka puasa bersama di salah satu hotel di Surabaya, Jum’at (22/4/2022).
Meski begitu BHS menegaskan, operator kapal ferry sangat profesional dalam melayani masyarakat walau dihadapkan dengan kenyataan pahit untuk tetap dapat bertahan, dan terus berjuang untuk mendapat perlakuan yang sama dengan moda transportasi lain khusunya masalah tarif, seperti saat sekarang ini tuslah harusnya dapat dinikmati.
“Contoh, salah satu operator kapal ferry yaitu, PT Dharma Lautan Utama (DLU) hingga saat ini tidak ada yang berhenti karena sedang docking tapi seluruh armada ready menjalankan fungsinya sebagai kapal penyeberangan baik lintas pendek maupun lintas panjang,” terang BHS.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, profesionalisme kapal-kapal ferry tidak diragukan lagi dimana kapal Ferry selalu on time jadwal sandarnya, bila ada keterlambatan itu sifatnya selisih jam tidak sampai berhari-hari. Beda dengan kapal Tol Laut yang diagung-agungkan pemerintah yang dalam nyatanya dilapangan tidak bisa memberi kepastian jadwal sandar terlambat bahkan hingga bermingu-minggu, dan berubah-ubah.
“Alhamdulillah, armada kapal DLU semuanya dalam kondisi laiklaut dan berlayar sesuai pintasan yang ada on schedule, hal itu yang membanggakan kami. Seharusnya ferry ini yang mendapat apresiasi bukan tol laut,” ucap BHS yang juga sebagai Penasehat Utama PT DLU.
Hal itu dibenarkan oleh Ketua DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ( Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan, diferensiasi tarif yang bisa disebut juga tuslah itu sudah diatur sejak tiga tahun lalu pada Peraturan Menteri Perhubungan nomor 66 tahun 2019 yang berisikan sebagai formulasi tarif yang merevisi PM nomor 58 tahun 2003.
“Jadi, kalau kita bicara mengenai perhitungan tarifnya sudah dimulai dari tahun 2003 kemudian direvisi 2019. Di dalam PM 66 ini disebutkan bahwa angkutan penyeberangan berhak mendapatkan diferensiasi tarif maksimum 20 persen pada saat angkutan mudik lebaran dari H-7 sampai H+7, dan kemufian juga pada angkutan Natal dan Tahun Baru serta anhkutan libur lainnya.
Khoiri yang juga sebagai Direktur Utama PT Dharma Dwipa Utama itu menegaskan, yang perlu digaris bawahi adalah angkutan penyeberangan nasional ini satu-satunya moda transportasi yang selama berpuluh-puluh tahun tidak pernah mendapatkan tarif tuslah sedang angkutan moda transportasi lain, apakah itu angkutan jalan dimana sama-sama berada pada Kementrian Perhubungan di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat begitu mudahnya menikmati tuslah.
“Saya contohkan, pembantu rumah tangga saya bila hari biasa pulang kampung ke Bojonegoro naik travel ongkosnya sekitar Rp 100 ribu tapi kalau nanti dia pulang H-7 sampai H+7 tarifnya sudah Rp 250 ribu. Artinya mereka diberi keleluasaan hingga dua kali lipat atau 250 persen,” kata Khoiri.
Menurut Khoiri, selama sekian tahun industri angkutan penyeberangan ini dianak tirikan, dimarginalkan, dan tidak diberikan keleluasaan seperti industri penerbangan, angkutan jalan raya bahkan industri kereta api akan mengalami kenaikan tarif pada keadaan-keadaan tertentu. Jika hari biasa kereta eksekutif tarifnya Rp 500 rubu, pada hari-hari padat bisa sampai Rp 1.2 juta.
“Bahkan pada pesawat terbang, tidak usah menunggu angkutan nataru atau angleb, hari senin pagi saja kita terbang dari Surabaya menuju Jakarta itu tarifnya bisa paling tinggi. Yang biasanya hanya Rp 500 ribu bisa-bisa jam 06.00 di demua ibu kota provinsi paling murah saja Rp 1.3 juta, dan bisa lebih dari itu. Mudah-mudahan kabar adanya pembaharuan akan terlaksana agar angkutan penyeberangan sedikit bernafas lega,” pungkasnya. (Omis/red)