Siap Ambil Peran Pemanduan E-Piloting, Navigasi Gelar FGD
SURABAYA – Direktorat Kenavigasian menyelenggarakan forum Focus Group Discussion (FGD) yang mengusung tema “ Rencana Penerapan Electronic Pilotage di perairan Indonesia (Selat Malaka, Singapura dan Alu Pelayaran Barat Surabaya / APBS) Tantangan dan Peluang “ dalam rangka kesiapan peningkatan peran stasiun Vessel Traffic Service (VTS) yang akan disiapkan sebagai E-Piloting dalam melakukan pemanduan bagi kapal-kapal yang hendak melintas Alur pelayaran maupun Selat di perairan Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Santika Premire Surabaya, Rabu (11/3.2020).
Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan mengatakan, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya kesiapan dengan adanya rencana reorganisasi di dalam tubuh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, dimana Pemanduan yang sebelumnya masuk dalam kewenangan Direktorat Kepelabuhanan akan beralih dibawah Direktorat Kenavigasian. Tentu dengan beralihnya tanggung jawab itu, kami harus menyiapkan baik infrastruktur maupun suprastruktur plus sumber daya manusia (SDM) nya sehingga stakeholder yang mengunakan jasa kenavigasian itu dapat kita fasilitasi.
“ Kami ingin percepatan, bagaimana peran navigasi alur pelayaran bisa eksis dan mempunyai nilai bagi stakeholder yang terkait. Tentu dengan ini kami merumuskan kira-kira langkah-langkah kedepan yang terukur sehingga pelayanan navigasi bisa lebih optimal,” kata Hengki disela pelaksanaan FGD yang dihadiri seluruh Distrik Navigasi baik kelas I, II, III seluruh Indonesia serta undangan dari BUP dan INAMPA, Rabu (11/3/2020).
Dalam rangka itu, lanjut Hengki, kami berusaha menyiapkan segala sesuatunya sehingga apa yang menjadi bahan atau apa–apa yang menjadi kendala di lapangan nanti bisa kita lakukan mitigasinya dari saat ini. Dari yang sudah kita miliki, 23 VTS sudah berstandar internasional. Menurutnya, kita menerapkan sistem itu tentu kita punya best practice atau praktek terbaik yang ada di dunia lain. Jadi bukan sekonyong-konyong kita langsung mengadakan peralatan tanpa ada komparasi atau membandingkan dengan sistem yang sebelumnya.
“Kami ingin meyakinkan kepada stakeholder dengan pemanfaatan teknologi VTS khususnya perananya sebagai E-Piloting akan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi kerja,” akunya.
Menurut Hengki, saat ini yang kami lakukan adalah membuat E-Piloting di 4 pelabuhan untuk bagaimana memfungsikan VTS itu berfungsi sebagai benar-benar pilot untuk bernavigasi kapal-kapal dari alur maupun di kolam pelabuhan.
“Kita nanti akan uji coba tiga bulan kedepan, kalau itu bisa dilaksanakan tentu sedikit menjawab apabila nanti perubahan organisasi pemanduan beralih ke kita maka kita sangat percaya diri dan siap melakukan itu,” jelas Hengki.
Demikian juga, Hengki menambahkan, kita tidak memungkiri masalah SDM adalah salah satu kendala yang ada di kita. Yang namanya VTS operator kalau secara set di internasional itu ada 25 orang, dan para operator pun harus mempunyai kemampuan setara dengan seorang pandu yang menguasai tentang nautic serta memilki legalitas jenjang ANT3,2,1 sebagai persyaratan.
“Sehingga memang seorang VTS operator dia harus mempunyai sertifikat-sertifikat untuk bagaimana baik disisi pengawakan kapal, keselamatan, safety secutity itu juga harus dipahami olehnya.Ssaat ini di kita sedang mencoba koordinasikan dengan teman-teman BPSDP ada perbantuan untuk penguatan SDM kedepan,” ujarnya.
Disinggung terkait pemanduan di Selat Malaka, Hengki mengatakan, memang saat ini sudah melakukan pemanduan yang dilakukan oleh Pelindo III, sehingga 200 kapal yang saat ini lalu lalang per hari di Selat Malaka, 6 kapal itu sudah bisa kita lakukan . Tentu dengan kegiatan semacam ini, kita akan melakukan pendekatan ke pemilik kapal, pemilik barang, pelabuhan sehingga sedikit perlahan-lahan trust dari pengguna jasa yang ada akan masuk ke pangkuan kita setelah puluhan tahun di sabet negara lain.
“Dari kue yang tadinya 200 an itu, 25 sampai 30 persen bisa kita ambil. Itu juga cukup memberikan kontribusi bagaimana pendapatan negara itu bisa kita tingkatkan,” tegas Hengki.
Ditempat yang sama, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya, Gunung Hutapea mengaku, khususnya di Tanjung Perak pada prinsipnya dilakukan upgrading peralatan yang ada supaya menjadi standar internasional sehingga ketika dilakukan E-Piloting itu memang memimliki standar.
“Jadi tidak ada lagi no service no py nanti, Jadi kita betul-betul profesional untuk melaksanakan E=Piloting itu kedepan,” terangnya.
Apa yang kita lakukan pada hari ini, melalui forum Focus Group Discussion ini bagi setiap navigasi guna mempersiapkan semuanya untuk menjadi perfect termasuk juga terkait sumber daya manusianya, dimana saat ini tenaga yang ada di VTS Surabaya baru 10 orang dengan pola 3 shift.
“Artinya pelayanan non stop 24 jam,” tandas Gunung.
Sementara itu, President Indonesia Maritime Pilots Association, Pasoroan Herman Harianja salah satu nara sumber menjelaskan, dengan reorganisasi yang akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, memang navigasih harus bebenah. Perangkat VTS yang dimilikinya nantinya akan di ditingkat tidak hanya memberikan informasi tapi bagaimana masuk pada tahapan ketiga juga untuk ikut mengatur yang disebut dengan E-Piloting bagi kapal-kapal yang akan dilakukan di alur, selat yang juga sudah biasa dilakukan di negara lain, bahkan Malaysia, Singapura juga sudah melakukan membantu lalu lalang kapal di Selat Malaka. Konteksnya kita belum sejauh itu, nah sekarang bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki Direktorat Navigasi agar prangkat infrastruktur sistem yang dimiliki bisa setara dengan Malaysia dan Singapure.
“Tentu ada kendala, para operator VTS itu mungkin punya background masalah maritim tapi belum tentu pernah jadi pandu. Sementara yang paling baik adalah, operator itu background nya Pandu. Hal itu harus ada kolaborasi,” sebutnya.
Kolaborasi yang bisa dilakukan dengan Navigasi itu, Herman menyebut, pertama Pandu-pandu yang sudah tidak lagi kuat secara fisik mungkin dia bisa memandu lewat VTS sdang yang muda tetap melakukan sebagaimana on boat. Jadi konteksnya ini apa merugi tentu tidak, karena knowlidgenya tetap bisa terpakai sebagai operator di E-Piloting.
“Paling tidak Pilot kita yang ada sekarang ini bisa sling mengajari dengan para operator yang ada di VTS . Jadi kolaborasinya banyak hal yang bisa dilakukan,” imbuhnya.
Kemudian, Herman balik bertanya, terus kalau hal ini berlangsung apa ada ancaman pada Pandu, dengan cepat dia meluruskan, tentu tidak ada ancaman karena nanti pemikiran kita adalah yang namanya Pandu bandar atau kolam pelabuhan pasti tetap membutuhkan orang. Tetapi pada sisi tertentu kalau cuaca tidak baik, E-Piloting itu sangat bermanfaat sama dengan di Ingris, Finlandia, kemudian juga di Norwegia, dan sebagian juga di Jepang malah melakukan seperti itu.
Dengan kondisi seperti ini, yang perlu ditingkatkan selain faktor SDM adalah keandalan sistem yang Navigasi miliki seperti apa yang dimiliki negara tetangga Malaysia dan Singapura. Karena infrastruktur kita belum sempurna makanya pada hari ini kita melakukan pertemuan melalui FGD.
“Intinya INAMPA mendukung program pemerintah, bagaimana supaya biaya logistig itu semakin murah agar negara kita semakin kompetitif,” tegas Herman.
Perlu diingat, Herman menambahkan , Pandu-pandu kita juga tidak perlu kwatir karena implementasi itu butuh waktu butuh proses, kemudian tidak kalah penting butuh regulasi yang mengatur karena baik itu peraturan Internasional maupu peraturan Regional sebab peraturan nasional atau lokal sistem belum ada mengatur ini, jadi perlu legal aspek itu menjadi prioritas. Kebutuhan Pandu itu terus meningkat dengan banyaknya kehadiran Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan fokus pemerintah terhadap maritim semakin meningkat, hari ini begitu Pandu di diklat langsung diterima dimana-mana seperti Pelindo I sampai IV masih membutuhkan sedang Pandu yang senior tidak lama terus mencari peluang yang bagus ditempat baru karena banyak BUP .
“Jadi tidak perlu di khawatirkan, yang perlu ditingkatkan hari ini adalah kapasitas kita dalam bentuk hard skill kemampuan teknis, soft skill kemampuan komunikasi yang lebih baik, empati yang lebih tinggi dan keandalan kita dalam bekerja, etika bekerja, kemauan dan banyak faktor,“ pungkasnya. (die)